Cara Mengajar Yang Kreatif
Faktor penting dalam meningkatkan kreativitas di sekolah adalah peran
guru. Banyak sekali hal yang dapat dilakukan guru di sekolah untuk
merangsang danmeningkatkan daya pikir siswa, sikap dan perilaku kreatif
siswa, melalui kegiatan di dalam atau di luar kelas. Potensi kreatif
siswa di sekolah dapat ditingkatkan dengan cara mengusahakan iklim di
dalam kelas yang dapat menggugah kreativitas siswa.
Selanjutnya guru harus menghargai keunikan pribadi dan potensi setiap siswa dan tidak perlu selalu menuntut dilakukannya hal-hal yang sama (Utami Munandar, 1988). Pada waktu tertentu siswa diberi kebebasan untuk melakukan atau membuat sesuatu yang disenangi oleh siswa. Dalam kegiatan belajar, proses berfikir kreatif dan pemeca-han masalah secara kreatif dirangsang dengan mengundang siswa untuk mengajukan pertanyaan, untuk menemukan masalah sendiri, untuk menggunakan imajinasinya dalam mengemukakan macam-macam gagasan atau kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan.
Dalam hal ini guru lebih banyak memberi umpan balik dan meminta siswa untuk meni-lai sendiri produk-produk kreativitasnya (internal locus of evaluation). Lindgren (1976) menyatakan bahwa kreativitas siswa dapat ditingkatkan dengan cara menyediakan kesempatan di dalam kelas untuk berfikir divergen. Spaulding (1963) dalam studinya terhadap interaksi guru-siswa di kelas, menemukan dua cara mengajar yang cenderung menghilangkan fleksibilitas dan originalitas (dua aspek dari berfikir divergen dan kreativitas) pada siswa. Cara mengajar yang pertama adalah membentuk, dalam hal ini guru menciptakan kondisi yang terstruktur dengan mengawasi hal-hal yang bersifat memalukan, tertawaan/ejekan, atau memberiperingatan.
Sedangkan cara mengajar yang kedua adalah guru cenderung untukmerespon kualitas sosial-emosional dari siswa, daripada performansi kognitifnya. Cara mengajar kedua tersebut dicirikan dengan tindakan guru yang membebaskan siswa, namun kurang perhatian terhadap prestasi dan perfomansi siswa. Kuncinyaadalah kebebasan saja tidak cukup, guru harus memperhatikan bahwa teman-teman dikelas dari siswa yang kreatif mungkin tidak toleran dengan cara berfikir divergen. Mereka bahkan akan menganggap siswa yang kreatif sebagai orang yang memiliki ide yang gila.
Lindgren (1976) juga menyatakan bahwa semakin kreatif seorang guru maka ia cende-rung untuk memupuk kreativitas siswanya secara lebih tinggi, demikian pula sebaliknya. Menurut Lindgren pula, seorang guru yang mendorong dirinya agar kreatif akan menyebabkan ia meningkatkan kreativitas pada siswanya.
Torrance (1964) dalam Lindgren (1976) menemukan hubungan antara kreativitas guru dan kreativitas siswa. Ia mengemukakan bahwa siswa yang diberi skor oleh guru di atas median dalam tes motivasi kreatif (keingintahuan intelektual) menunjukkan peningkatan yang signifikan di dalam kemampuan menulis secara kreatif selama 3 bulan, sementara siswa yang dinilai oleh guru di bawah median, tidak ada peningkatan. Sementar itu dari sisi guru, semakin banyak guru yang kreatif karena mereka menerima dorongan dan semangat dari kepala sekolah.
Menurut Torrance (1967), pengajaran kreatif ialah pengajaran untuk mengembangkan kreativitas siswa, yang meliputi adanya hubunga kreatif guru-siswa dan digunakannya metode-metode mengajar kreatif. Ditambahkan pula bahwa antara guru dan siswa perlu membina hubungan yang kreatif, yaitu hubungan yang megembangkan proses berfikir yang otomatis, cepat, dan spontan, serta menghindari hubungan yang reaktif, yang justru mengganggu proses berfikir tersebut.
Menurut Conny Semiawan (1988) pengajaran kreatif memungkinkan siswa belajr kreatif, yaitu belajar yang mengasyikkan, yang menggerakkan potensi kreaitvitas, dan menimbulkan berbagai getaran penemuan terhadap hal-hal yang sebelumnya belum diketahui, dikenal atau dipahaminya. Sebagaimana pengalamanbelajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif siswa terlibat secra aktif sertaingin mendalami bahan yan dipelajari, digunakan proses berpikir divergen dan proses berpikir konvergen serta berpikir kritis. Belajar kreatif banyak memberi peluang untuk mencegah penurunan kreativitas siswa (Semiawan, 1988).
Dalam melaksanakan pengajaran kreatif, guru harus kreatif dan memiliki semangat petualang (Torrance, 1967). Hal ini berarti bahwa cara guru mengajar seharusnya bervariasi, dengan untuk mencoba-coba sesuatu yang baru, tidak kaku dalam melaksanakan kurikulum atau aturan-aturan yang ada, serta bersikap hangat kepada siswa. Guru dalam mengajar hendaknya juga menciptakan lingkungan yang merangsang belajar kreatif, terampil mengajukan dan mengundang pertanyaan, dan dapat memadukan perkembangan kognitif dan afektif (Munandar, 1987). Munandar (1987) memberikan saran agar guru dapat mengajar secara kreatif. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut :
Selanjutnya guru harus menghargai keunikan pribadi dan potensi setiap siswa dan tidak perlu selalu menuntut dilakukannya hal-hal yang sama (Utami Munandar, 1988). Pada waktu tertentu siswa diberi kebebasan untuk melakukan atau membuat sesuatu yang disenangi oleh siswa. Dalam kegiatan belajar, proses berfikir kreatif dan pemeca-han masalah secara kreatif dirangsang dengan mengundang siswa untuk mengajukan pertanyaan, untuk menemukan masalah sendiri, untuk menggunakan imajinasinya dalam mengemukakan macam-macam gagasan atau kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan.
Dalam hal ini guru lebih banyak memberi umpan balik dan meminta siswa untuk meni-lai sendiri produk-produk kreativitasnya (internal locus of evaluation). Lindgren (1976) menyatakan bahwa kreativitas siswa dapat ditingkatkan dengan cara menyediakan kesempatan di dalam kelas untuk berfikir divergen. Spaulding (1963) dalam studinya terhadap interaksi guru-siswa di kelas, menemukan dua cara mengajar yang cenderung menghilangkan fleksibilitas dan originalitas (dua aspek dari berfikir divergen dan kreativitas) pada siswa. Cara mengajar yang pertama adalah membentuk, dalam hal ini guru menciptakan kondisi yang terstruktur dengan mengawasi hal-hal yang bersifat memalukan, tertawaan/ejekan, atau memberiperingatan.
Sedangkan cara mengajar yang kedua adalah guru cenderung untukmerespon kualitas sosial-emosional dari siswa, daripada performansi kognitifnya. Cara mengajar kedua tersebut dicirikan dengan tindakan guru yang membebaskan siswa, namun kurang perhatian terhadap prestasi dan perfomansi siswa. Kuncinyaadalah kebebasan saja tidak cukup, guru harus memperhatikan bahwa teman-teman dikelas dari siswa yang kreatif mungkin tidak toleran dengan cara berfikir divergen. Mereka bahkan akan menganggap siswa yang kreatif sebagai orang yang memiliki ide yang gila.
Lindgren (1976) juga menyatakan bahwa semakin kreatif seorang guru maka ia cende-rung untuk memupuk kreativitas siswanya secara lebih tinggi, demikian pula sebaliknya. Menurut Lindgren pula, seorang guru yang mendorong dirinya agar kreatif akan menyebabkan ia meningkatkan kreativitas pada siswanya.
Torrance (1964) dalam Lindgren (1976) menemukan hubungan antara kreativitas guru dan kreativitas siswa. Ia mengemukakan bahwa siswa yang diberi skor oleh guru di atas median dalam tes motivasi kreatif (keingintahuan intelektual) menunjukkan peningkatan yang signifikan di dalam kemampuan menulis secara kreatif selama 3 bulan, sementara siswa yang dinilai oleh guru di bawah median, tidak ada peningkatan. Sementar itu dari sisi guru, semakin banyak guru yang kreatif karena mereka menerima dorongan dan semangat dari kepala sekolah.
Menurut Torrance (1967), pengajaran kreatif ialah pengajaran untuk mengembangkan kreativitas siswa, yang meliputi adanya hubunga kreatif guru-siswa dan digunakannya metode-metode mengajar kreatif. Ditambahkan pula bahwa antara guru dan siswa perlu membina hubungan yang kreatif, yaitu hubungan yang megembangkan proses berfikir yang otomatis, cepat, dan spontan, serta menghindari hubungan yang reaktif, yang justru mengganggu proses berfikir tersebut.
Menurut Conny Semiawan (1988) pengajaran kreatif memungkinkan siswa belajr kreatif, yaitu belajar yang mengasyikkan, yang menggerakkan potensi kreaitvitas, dan menimbulkan berbagai getaran penemuan terhadap hal-hal yang sebelumnya belum diketahui, dikenal atau dipahaminya. Sebagaimana pengalamanbelajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif siswa terlibat secra aktif sertaingin mendalami bahan yan dipelajari, digunakan proses berpikir divergen dan proses berpikir konvergen serta berpikir kritis. Belajar kreatif banyak memberi peluang untuk mencegah penurunan kreativitas siswa (Semiawan, 1988).
Dalam melaksanakan pengajaran kreatif, guru harus kreatif dan memiliki semangat petualang (Torrance, 1967). Hal ini berarti bahwa cara guru mengajar seharusnya bervariasi, dengan untuk mencoba-coba sesuatu yang baru, tidak kaku dalam melaksanakan kurikulum atau aturan-aturan yang ada, serta bersikap hangat kepada siswa. Guru dalam mengajar hendaknya juga menciptakan lingkungan yang merangsang belajar kreatif, terampil mengajukan dan mengundang pertanyaan, dan dapat memadukan perkembangan kognitif dan afektif (Munandar, 1987). Munandar (1987) memberikan saran agar guru dapat mengajar secara kreatif. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut :
• Guru menghargai kreativitas siswa
• Guru bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru
• Guru mengakui dan menghargai adanya perbedaan individual
• Guru bersikap menerima dan menunjang anak
• Guru menyediakan pengalaman mengajar yang berdiferensisasi
• Guru cukup memberikan struktur dalam mengajar sehingga anak tidak merasa
• Ragu-ragu tetapi di lain pihak cukup luwes sehingga tidak menghamabat pemikiran, sikap dan perilaku kreatif anak
• Setiap anak ikut mengambil bagian dalam merencanakan pekerjaan sendiri dan pekerjaan kelompok.
• Guru tidak bersikap sebagai tokoh yang “maha mengetahui” tetapi menyadari
keterbatasannya sendiri.
Horrocks (1985) memberikan saran bagi guru untuk mengembangkan kreativitas anak seperti berikut :
• Provide for variety in instructional materials and forms of student Exprssion
• Develop favorable attitudes toward creative achievement
• Encourage continuing creative expression
• Foster productivity
• Provide assistance and feedback
Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, khususnya untuk mengembangkan kreativitas siswa, saran Horrocks tersebut sangatlah tepat. Materi pengajaran yang bervariasi hendakya senantiasa disediakan oleh guru. Dalam hal ini guru hendaknya tidak terpaku pada materi yang ada pada Satuan Pelajaran yang telah ada, namun berusaha menambah materi pelajaran dari berbagai sumber. Selain itu, dalam mata pelajaran yang diajarkannya, guru perlu memberi tugas yang bervariasi pula agar siswa dapat menunjukkan kreativitasnya.
Dari saran Horrocks di atas jelas bahwa guru perlu mengembangkan sikap yang mendukung kreativitas, misalnya guru tidak perlu tergesa-gesa memberikan penilaian terhadap ide / gagasan, maupun bentuk lain sebagai hasil kreativitas siswa. Sementara itu, guru juga diharapkan selalu mendorong munculnya gagasan-gagasan kreatif siswa sehingga dapat menghasilkan produk kreatif. Adapun tugas lain yang dapat dilakukan oleh guru dalam upaya mengembangkan kreativitas adalah membimbing siswa, baik diminta maupun tidak, dan memberikan umpan balik terhadap apa yang dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini guru dapat bertindak sebaai nara sumber bagi siswa.
Komentar
Posting Komentar