Anak berkebutuhan khusus ( Suran dan Rizzo, 1979
) adalah anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari
fungsi kemanusiaannya. Mereka adalah yang secara fisik, psikologi, kognitif
atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan / kebutuhan dan potensinya secara
maksimal sehingga memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.
Anak berkebutuhan khusus ( Mangunsong, 2009 )
adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan
potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan kondisi dengan
kebanyakan anak lainnya. Perbedaannya meliputi : ciri-ciri mental, kemampuan
sensorik, fisik dan neuromuskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan
berkomunikasi, ataupun kombinasi dua atau lebih dari berbagai hal tersebut.
Istilah :
·
Disability yaitu berkurangnya
atau hilangnya fungsi organ atau bagian tubuh tertentu. Biasanya istilah ini
digunakan secara bergantian dengan impairment.
·
Handicap yaitu masalah atau
dampak dari kerusakan/disability atau impairment yang dialami oleh individu
ketika berinteraksi dengan lingkungan.
·
At risk yaitu anak yang
meskipun tidak teridentifikasi memiliki kerusakan namun berpeluang mengalami
hambatan atau masalah tertentu.
Pendidikan khusus / luar biasa adalah intruksi yang didesain
khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari siswa berkebutuhan khusus.
Tujuan utamanya adalah menemukan dan
menitikberatkan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.
Pendidikan khusus di Indonesia tercantum dalam
UU RI No. 2 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nadsional Bab IV Pasal 32 ayat (1).
Tujuan pendidikan khusus :
1.
Mengembangkan kehidupan anak
didik dan siswa sebagai pribadi.
2.
Mengembangkan kehidupan anak
didik dan siswa sebagai anggota masyarakat.
3.
Mempersiapkan siswa untuk dapat
memiliki ketrampilan sebagai bekal memasuki dunia kerja.
Model Penyelenggaraan Pendidikan Khusus
1.
Segregasi
Anak berkebutuhan khusus belajar dalam
lingkungan yang berusia anak-anak berkebutuhan khusus juga.
Jenis : TKLB, SDLB, SMPLB, SMLB
Kelemahan :
·
Sering fokus pada apa yang
tidak dapat dilakukan anak sehingga dapat menimbulkan masalah konsep diri.
·
Anak cenderung terisolasi
sehingga kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan
belajar tentang perilaku dan keterampilan yang tepat.
2.
Integrasi
Anak berkebutuhan khusus diberi kesempatan untuk
berinteraksi dengan anak normal di sekolah reguler.
Bentuknya :
·
Integrasi dalam acara-acara
tertentu
·
Berada dalam satu kompleks
sekolah namun dengan gedung dan jadwal yang berbeda
·
Memiliki jadwal istirahat yang
sama tapi tidak ada kegiatan bersama
·
Anak belajar di kelas khusus
dulu, setelah dianggap siap dipindahkan ke kelas reguler
·
Anak ditetapkan di kelas khusus
dan sesekali bergabung dengan kelas reguler untuk mata pelajaran tertentu
3.
Inklusi
§
Staub & Peck (1995),
pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang,
dan berat secara penuh di kelas reguler.
§
Sapon – Sevin (O’Neil ),
pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar
senua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdapat di kelas reguler
bersama-sama teman seusianya.
Oleh
karena itu ditekankan adanya restrukturasi sekolah, sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam
sumber belajar, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Diagnosis / Pelabelan Keluarbiasaan
§
Perlu memperhatikan : sikap
profesional dari orang yang melakukan identifikasi, ada kriteria yang jelas dan
tidak hanya fokus pada klarifikasi tetapi juga ada masalah dan penanganan yang
tepat.
§
Dampak positif : Memungkinkan
anak mendapat perlakuan dan penerimaan yang tepat dari lingkungan.
§
Dampak negatif : Dapat membuat
lingkungan memandang anak secara negatif, begitu juga anak memandang dirinya
sendiri secara negatif.
Bentuk dan Jenis Pendidikan Anak Luar Biasa
Bentuk Pendidikan Khusus :
a.
SLB ( PP RI No. 27 Tahun 1991 )
terdiri dari TKLB, SDLB, SMPLB, SMLB.
b.
Sekolah Inklusi ( UU Sisdiknas
2003 )
Jenis SLB :
§
SLB A : Tuna Netra
Persyaratan : Keterangan dari dokter mata, umur
sebaiknya 3-7 tahun dan tidak lebih dari 14 tahun.
§
SLB B : Tuna Rungu
Persyaratan : Keterangan dari dokter THT, umur
sebaiknya 5-11 tahun.
§
SLB C : Tuna Grahita IQ 50 – 75
SLB C1: Tuna Grahita IQ 25 – 50
Persyaratan : Keterangan IQ dari psikolog,
keterangan dari sekolah terakhir dan umur sebaiknya 5,5 – 11 tahun.
§
SLB D : Tuna Daksa dengan IQ normal
SLB D1 : Tuna Daksa dengan < IQ normal
Persyaratan : Keterangan dokter umum, ortopedi
dan syaraf, keterangan psikolog, umur 3 – 9 tahun.
§
SLB E : Tuna Laras
Persyaratan : Anak mengalami kesulitan
menyesuaikan diri atau pernah melakukan kejahatan, umur 6 – 18 tahun.
§
SLB G : Tuna Ganda
Persyaratan : keterangan dari dokter dan
psikolog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar